Foto tidak berhubungan dengan cerita. Kalau toh ada, keduanya sama-sama memancing senyum. Hanya itu. |
Ini salah satu pernik pengalaman nyata saya sewaktu menjadi TKHI (Tenaga Kesehatan Haji Indonesia) tahun 2008 silam. Kala itu saya tergabung dalam kloter pemberangkatan gelombang pertama, dimana masuk ke tanah suci melalui Madinah, Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz. Berbeda dengan pemberangkatan haji gelombang kedua yang langsung menuju Mekah melalui Bandara King Abdul Aziz, Jedah, sebagaimana yang alhamdulillah saya ikut alami pula ketika kembali mendapat kepercayaan menjadi TKHI tahun 2013 lalu.
Sebagai petugas kesehatan haji, monitoring kesehatan jamaah haji mutlak dilakukan. Saat di Madinah, waktu itu bertepatan dengan jadwal ziarah ke beberapa tempat yang ada di kota Nabi itu. Sebahagian besar jamaah keluar dari pondokan untuk berziarah. Yang tinggal di pondokan hanya beberapa orang saja, karena kendala kesehatan maupun kondisi fisik yang tidak memungkinkan.
Semua data jamaah yang tinggal di pondokan saat itu, yang tidak ikut keluar, ada di tangan saya, karena sebelumnya saya sudah koordinasikan dengan ketua kloter dan para Karom (Ketua Rombongan) maupun Karu (Ketua Regu). Data mereka lengkap, by name by address. Namanya siapa, ada di lantai berapa, dan di kamar nomor berapa, semua catatannya sudah ada di tangan saya, termasuk data jenis faktor resiko masing-masing.
Beberapa saat setelah rombongan jamaah berangkat berziarah, saya visite ke kamar-kamar yang ditempati segelintir jamaah yang tidak ikut keluar. Kuketuk-ketuk kamar itu, kusampaikan salam, dan sesaat kemudian pintu dibuka...
Ohh...kulihat ada ibu tua renta yang sedang terbaring di pojok kamar itu. Seorang ibu muda yang merupakan anaknya memang tidak ikut berziarah, memilih mendampingi sang ibunda, dan beliau yang tadi membuka pintu.
“Gimana kabarnya Mak ... Apa yang dirasakan saat ini...?”, tanya saya membuka percakapan ...
“Mak kurang sehat Nak ...”, jawab Ibu tua itu dengan suara lirih yang agak serak...
Kucoba periksa lebih lanjut. Vital sign kucek...
“Mak jangan khawatir ya, Mak baik-baik aja kok. Tekanan darah Mak memang agak naik, tapi tidak tinggi-tinggi amat sih Mak...”
“Mak perlu minum obat ga Pak Dokter...”, Mak bertanya sambil berusaha bangun dari posisi baringnya.
“Ga perlu Mak, cukup dengan istirahat aja. Nanti juga akan saya pantau terus kok Mak...Sudahlah, Mak istirahat aja ya...”
“Boleh Mak bertanya lagi ...?”
“Oh boleh, gak ada larangan Mak, silahkan...”
“Kenapa Nak Dokter bisa Bahasa Indonesia ...?”
Belum bisa saya langsung menjawab pertanyaan itu... Sesaat saya mencoba berpikir kira-kira apa maksud Mak bertanya seperti itu ya... Belum sempat saya jawab, Ibu muda yang mendampingi itu yang menjawabnya: “Oalah Mak, Pak Dokter ini orang Indonesia Mak, bukan orang Arab”
Ooohh, ketahuan... mungkin karena cambang dan jenggot saya kala itu saya biarkan lebih lebat, jadinya dikira orang asli Arab sama Mak ya. Aduuh Maak...Pliiz deh...Saya orang Sulawesi Mak ...
Post a Comment for "Kenapa Nak Dokter Bisa Bahasa Indonesia "
Pembaca yang budiman, silahkan dimanfaatkan kolom komentar di bawah ini sebagai sarana berbagi atau saling mengingatkan, terutama jika dalam artikel yang saya tulis terdapat hal-hal yang perlu diklarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.