Dinamika penyelenggaraan
jaminan kesehatan di negeri ini terus menggeliat menuju perubahan yang insya
Allah lebih baik. Perpres (Peraturan Presiden) terkait jaminan kesehatan
mengalami sejumlah penyesuaian. Setahun sebelum penyelenggaraan jaminan kesehatan
nasional mulai dilaksanakan, pemerintah menetapkan dan sekaligus mengundangkan
Perpres Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan. Sampai artikel ini saya
tulis (Ahad dini hari, 17 April 2016), Perpres 12/2013 itu sudah 3 (tiga)
kali mengalami perubahan.
Perubahan pertama tertuang
dalam Perpres Nomor 111 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Perpres 12/2013
Tentang Jaminan Kesehatan. Perubahan kedua tertuang dalam Perpres Nomor 19
Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres 12/2013 Tentang Jaminan Kesehatan.
Perubahan ketiga tertuang dalam Perpres yang kali ini kita akan bedah, yakni
Perpres Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres 12/2013
Tentang Jaminan Kesehatan.
Dalam Perpres 28/2016 ini,
terdapat 4 (empat) ketentuan yang dirubah. Perubahan tersebut berupa penambahan
pasal dan/atau perubahan konten-redaksional. Keempat ketentuan yang dirubah itu
adalah sebagai berikut: (bagian yang saya beri tanda warna kuning adalah
ketentuan setelah perubahan)
Pertama,
ketentuan Pasal 16D ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2), sehingga Pasal
16D berbunyi sebagai berikut:
Pasal 16D
1) Batas
paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang digunakan sebagai dasar
perhitunganbesaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima
Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16C dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai
Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16B ayat (1) sebesar Rp
8.000.000,00 (delapan juta rupiah).
2)
Ketentuan batas
paling tinggi Gaji atau Upah per bulan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mulai berlaku pada tanggal 1 April 2016.
Kedua,
ketentuan ayat (1) huruf a Pasal 16F diubah, sehingga Pasal 16F berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 16F
1) Iuran
Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan
Peserta bukan Pekerja:
a. sebesar
Rp 25.500,00 (dua puluh lima ribu lima
ratus rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan
di ruang perawatan Kelas III.
b. sebesar
Rp 51.000,00 (lima puluh satu ribu rupiah) per orang per bulan
dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
c.
sebesar Rp 80.000,00 (delapan
puluh ribu rupiah) per orang per bulan dengan Manfaat pelayanan di
ruang perawatan Kelas I.
2) Ketentuan
besaran iuran Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mulai berlaku pada tanggal 1 April 2016.
Ketiga,
ketentuan Pasal 23 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2), sehingga Pasal 23
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 23
1) Manfaat
akomodasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5) berupa
layanan rawat inap sebagai berikut:
a. ruang
perawatan kelas III bagi:
1.
Peserta PBI Jaminan
Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah; dan
2.
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah
dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat
pelayanan di ruang perawatan kelas III.
b. ruang
Perawatan kelas II bagi:
1.
Pegawai Negeri Sipil dan penerima
pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan ruang II beserta
anggota keluarganya;
2.
Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota
TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan golongan
ruang II beserta anggota keluarganya;
3.
Anggota Polri dan penerima pensiun
Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan
golongan ruang II beserta anggota keluarganya;
4.
Peserta Pekerja Penerima Upah selain
angka 1 sampai dengan angka 3 dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri
dengan Gaji atau Upah sampai dengan Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah);
dan
5.
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta
bukan Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang
perawatan kelas II.
c.
ruang perawatan kelas I bagi:
1.
Pejabat Negara dan anggota keluarganya;
2.
Pimpinan dan anggota DPRD beserta
anggota keluarganya;
3.
Pegawai Negeri Sipil dan penerima
pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota
keluarganya;
4.
Anggota TNI dan penerima pensiun
Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan golongan
ruang IV beserta anggota keluarganya;
5.
Anggota Polri dan penerima pensiun
Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III dan
golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;
6.
Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta
anggota keluarganya;
7.
Janda, duda, atau anak yatim piatu
dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan;
8.
Peserta Pekerja Penerima Upah selain angka
1 sampai dengan angka 5 dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan
Gaji atau Upah di atas Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah) sampai dengan Rp
8.000.000,00 (delapan juta rupiah); dan
9.
Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan
Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran untuk Manfaat pelayanan di ruang
perawatan kelas I.
2)
Ketentuan manfaat
akomodasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1
April 2016.
Keempat,
ketentuan ayat (1) Pasal 24 diubah, sehingga Pasal 24 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24
1)
Peserta yang
menginginkan kelas yang lebih tinggi dari pada haknya, dapat
meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau
membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan
biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.
2) Selisih
antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya
atas kelas yang lebih tinggi dari haknya dapat dibayar oleh:
a. Peserta
yang bersangkutan;
b. Pemberi
Kerja; atau
c.
Asuransi kesehatan tambahan.
3) Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi:
a. PBI
Jaminan Kesehatan; dan
b. Peserta
yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6A.
4) Pembayaran
selisih oleh Pemberi Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
tidak termasuk untuk Peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah.
Itulah keempat ketentuan perubahan
yang tertuang dalam Perpres 28/2016 ini. Perpres tersebut mulai berlaku pada
tanggal diundangkan, yakni 31 Maret 2016.
Dua Hal Mendasar
Setelah menyimak Perpres
28/2016, dapat disimpulkan bahwa ada dua hal mendasar yang tertuang di dalam
Perpres 28 tersebut. Hal mendasar pertama adalah pembatalan kenaikan Iuran BPJS
Kesehatan, atau lebih tepatnya Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja
Bukan Penerima Upah (PPBPU) kategori Manfaat Pelayanan di Ruang Perawatan Kelas
III, yang semula ditetapkan dalam Perpres 19/2016 naik menjadi Rp. 30.000,00
(tiga puluh ribu rupiah) per orang per bulan, dibatalkan kenaikan tersebut
dalam Perpres 28/2016 ini sehingga tetap pada besaran sebelumnya Rp. 25.500,00
(dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan. Dalam kerangka berpikir
positif, pembatalan ini lebih mencerminkan sensitivitas hati Presiden terhadap gejolak
sukma publik terkait kenaikan dimaksud.
Hal mendasar kedua adalah, penegasan
atau pemantapan pengertian dan implementasi cost sharing (termasuk pula coordination of benefit) dalam kasus
perawatan di kelas yang lebih tinggi daripada hak peserta semula, sebagaimana
yang tertuang dalam ketentuan Pasal 24 ayat (1) Perpres 28/2016 ini. Sebelum
dirubah, Perpres 19/2016 Pasal 24 ayat (1) berbunyi:
Peserta yang menginginkan
kelas yang lebih tinggi dari haknya dapat mengikuti asuransi kesehatan
tambahan.
Dalam Perpres 28/2016, Pasal
24 ayat (1) tersebut dirubah atau lebih disempurnakan lagi sehingga berbunyi:
Peserta yang menginginkan
kelas yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan
mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar selisih antara biaya yang
dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan
kelas perawatan.
Dengan penyempurnaan
tersebut, maka Peserta JKN atau Peserta BPJS Kesehatan yang menginginkan kelas
yang lebih tinggi daripada haknya, tidak dibatasi “harus” mengikuti asuransi
tambahan. Dengan kata lain, saat yang bersangkutan dirawat bisa memilih kelas
yang lebih tinggi dari haknya, cukup dengan membayar selisih antara biaya yang
dijamin oleh BPJS Kesehatan dengan total biaya yang harus dibayar akibat
peningkatan kelas perawatan itu, tanpa harus mengikuti asuransi tambahan.
Bedanya, jika mengikuti asuransi tambahan, maka selisih biaya akibat
peningkatan kelas perawatan itu (bisa) dibayar oleh pihak asuransi tambahan
yang diikuti. Sementara jika tidak mengikuti asuransi tambahan, maka selisih
biaya sebagaimana dimaksud mau tak mau harus dibayar dari kantong
sendiri. Atau, jika sebagai pekerja yang beruntung, selisih biaya itu bisa
dibayar oleh pemberi kerja.
Demikian sekilas proses “pembedahan”
Perpres 28/2016. Tak ada gading yang tak retak. Maafkan kalau saya salah ya.
Post a Comment for "Membedah Perpres 28/2016 Terkait Jaminan Kesehatan"
Pembaca yang budiman, silahkan dimanfaatkan kolom komentar di bawah ini sebagai sarana berbagi atau saling mengingatkan, terutama jika dalam artikel yang saya tulis terdapat hal-hal yang perlu diklarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.