Seorang Ibu suatu ketika berpesan kepada anaknya:
Nak, jangan pernah mengejar-ngejar Jabatan. Kau tak akan kuat dikejar oleh masalah yang lebih besar dari kekuatanmu mengejar jabatan itu sendiri. Ibu tak butuh jabatanmu Nak. Lebih-lebih Allah tidak butuh jabatanmu. Jabatan itu belum tentu wujud kasih sayang Allah, kecuali jika engkau memperolehnya dengan cara yang makruf dan menunaikannya dengan penuh amanah.
Nak, jika cara-cara yang makruf menghalangimu untuk memperoleh jabatan, jangan pernah bersedih, justru patut engkau menyukurinya sebagai kemenanganmu yang hakiki. Sebaliknya, jika cara-cara yang makruf mampu mengantarmu meraih jabatan, jangan pernah engkau merasa sukses, karena kesuksesan yang sesungguhnya adalah jika engkau mampu menjalankan jabatan itu dengan amanah.
Nak, rahimku serasa bergetar membayangkan masa-masa engkau dalam kandunganku. Aku bertaruh dengan nyawa dalam melahirkanmu. Peluh dan darah mengalir, tumpah dari rahimku, membasuh sekujur tubuhku yang lunglai kepayahan. Kepada Sang Pemilik Jiwa dan Raga, pintaku kala itu hanya satu: engkau tumbuh dan berkembang di atas amanah yang terjaga.
Nak, jika karena takdir-Nya aku meninggalkanmu lebih awal, mohon doa-doa kasih sayangmu untukku tidak sampai terhalang oleh keculasanmu dalam menjaga amanah. Mohon Nak, Mohoooooooooonnn jaga amanah itu ... Ibu tak ingin engkau menyentuh api yang suhu terendahnya saja jika mengenai kulit telapak kaki membuat kepala ikut mendidih.
Aku tak kuat lagi menulis kelanjutan pesan-pesan itu …. Ampun Ya Allah. Ke Neraka tidak kuat, ke Surga belum pantas! (Baca juga: Bencana Ketika Jabatan Diperjualbelikan)
Post a Comment for "Jabatan dan Rintihan Seorang Ibu"
Pembaca yang budiman, silahkan dimanfaatkan kolom komentar di bawah ini sebagai sarana berbagi atau saling mengingatkan, terutama jika dalam artikel yang saya tulis terdapat hal-hal yang perlu diklarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.