Suatu ketika, KH. Abdullah Gymnastiar alias Aa Gym mengulas sekelumit tentang problematika rokok. Dalam paparannya, Pimpinan Pondok Pesantren Darut Tauhid Bandung itu mengemukakan sebuah ilustrasi menarik; seorang jamaah perokok menghadiri jumatan di salah satu masjid. Saat khatib sedang berkhutbah, jamaah itu dalam kondisi mengantuk, mungkin karena tidak merokok. Giliran kotak amal berada di depannya, dalam kondisi mengantuk berat, ia merogoh sakunya mengambil uang infak lalu dimasukkan ke dalam kotak amal.
Usai shalat jumat, dia bergegas keluar dari masjid untuk membeli rokok. Betapa terkejutnya dia, uang yang dipersiapkan sebelumnya untuk rokok sebesar 10 ribu ternyata uang itulah yang dimasukan secara tidak sengaja dalam kotak amal tadi. Di sakunya tinggal tersedia uang seribu perak yang sesungguhnya itulah sebenarnya yang direncanakan untuk dimasukan dalam kotak infak.
Dengan asumsi infak setiap jumatan seribu perak, sebulan empat ribu perak, maka total infak setahun adalah empat puluh delapan ribu perak. Sementara, dengan belanja rokok sepuluh ribu rupiah perhari, sebulan tiga ratus ribu rupiah, maka total belanja rokok setahun adalah tiga juta enam ratus ribu rupiah.
“Jumatan?” tanya Aa Gym menggugah perhatian hadirin.
“48.000,-“
“Merokok?”, tanya Aa Gym kembali.
“3.600.000,-“
“Jumatan … ? 48.000. Merokok … ? 3.600.000”
“Jadi siapa ini Tuhannya? Allah, atau Rokok?”, sindir Aa Gym.
“Gampang jawabnya”, tegas Aa Gym menjawab sendiri pertanyaannya, “tinggal di lihat, lebih berkorban untuk yang mana? Dia lebih gigih berkorban untuk rokok daripada berkorban untuk Allah. Dia lebih suka dekat dengan rokok daripada dekat dengan Allah. Dia lebih takut jauh dari rokok daripada takut jauh dari Allah”
Sampai di sini, saya ingin mengatakan bahwa itulah sesungguhnya yang saya maksud dengan absurditas “teologi rokok” yang sadar atau tidak sadar telah menjadi bagian dari kehidupan (sebagian) para pecandu rokok.
KH. Maimun Zubair, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah, dengan logat jawa yang kental, pada suatu kesempatan berpesan kepada para santrinya, “Kowe mandek rokok luweh apik timbang sholat sunnah nanging sek rokok an..”. (Anda berhenti merokok lebih baik daripada sholat sunnah tapi masih merokok).
Suatu ketika KH. Abdul Hamid ingin silaturahim ke kediaman gurunya, Habib Ja'far bin Syaikhan As-Segaf, di Pasuruan, Jawa Timur. Mbah Hamid menunggu lama, tetap tidak kunjung di temui. Habib Ja'far lalu berkata kepada salah satu khodimnya: ”saya tidak mau menemui karena bau rokok”.
Nah lho, bagaikan petir menyambar di siang bolong, Mbah Hamid seketika itu juga bergegas melangkah menuju masjid dan berikrar kepada Allah untuk meninggalkan rokok saat itu juga. Subhanallah.
Bacaan Pelengkap:
- Memahami Perjuangan Anti Rokok dan Modus Pelemahannya
- Waspadai Promosi Rokok Berkedok CSR
- Ketika Bintang Iklan Rokok Dunia Berhenti Merokok
- Testimoni-Testimoni Tentang Keburukan Rokok
- 4000 Racun dalam Satu Wadah Itu
Post a Comment for "Inilah Cara Smart Aa Gym Mematahkan Teologi Rokok"
Pembaca yang budiman, silahkan dimanfaatkan kolom komentar di bawah ini sebagai sarana berbagi atau saling mengingatkan, terutama jika dalam artikel yang saya tulis terdapat hal-hal yang perlu diklarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.