Khutbah Jumat, 10 November 2017 di Masjid Raya Pondok Indah Jakarta, cukup menyedot perhatian jamaah. Sang Khatib yang tidak lain adalah Prof. Dr. H. Yunasril Ali, M.A menyoroti secara khusus problematika rokok, bukan dari sisi kesehatan, melainkan dari segi potensi pemberdayaan ummat yang bisa dibangun jika kebiasaan buruk mengonsumsi barang yang mengandung ribuan racun tersebut dihentikan atau dialihkan untuk hal lain yang memiliki kemaslahatan besar bagi ummat. Menurut Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu, semangat pemberdayaan ekonomi umat belakangan ini yang dimotori oleh Alumni 212 sangat menggembirakan dan tentu saja perlu mendapat apresiasi. Sejalan dengan ghirah pemberdayaan ummat, Pria kelahiran 30 Desember 1955 tersebut menegaskan bahwa ada satu hal yang kita tidak boleh lupakan, yakni selama ummat Islam masih merokok, maka selamanya ekonomi ummat akan terserap dengan mudah ke para taipan (konglomerat). Berikut ilustrasi yang disampaikan dalam Khutbah singkat tetapi padat itu:
Jumlah rokok yang terjual setiap hari di Indonesia mencapai 90 juta bungkus, yang setidaknya 80% dari itu pembelinya adalah ummat Islam. Bila satu bungkus rokok dibeli seharga Rp 10.000 (meski kenyataannya harga sebungkus rokok sudah di atas itu), maka setiap hari sedikitnya ada Rp 900 milyar uang masuk kantong para pemilik industri rokok. Bila sehari Rp 900 milyar terbakar, maka dalam hitungan 4 hari saja jumlahnya mencapai Rp 3,6 trilyun rupiah. Angka ini sangat fantastis (sekaligus membuat hati miris) bila dibandingkan dengan total jumlah WAZIS (Wakaf, Zakat, Infaq, Shodaqoh) yang terkumpul dari semua LAZIS (Lembaga Amil Zakat Infaq Shodaqoh) di tahun 2016 di seluruh Indonesia yang "hanya" berjumlah Rp 3,7 trilyun. Dengan kata lain, jumlah ZIS yang dikumpulkan dengan susah payah selama satu tahun penuh ternyata sama besarnya dengan uang yang "dibakar" sia-sia lewat rokok hanya selama 4-5 hari saja!! Ini adalah perbandingan yang luar biasa mencengangkan!!
Seandainya umat Islam kompak dengan penuh kesadaran berhenti merokok selama satu pekan saja, maka lihat berapa uang rokok tersebut yang jika disisihkan untuk dana pemberdayaan umat sungguh luar biasa. Itu baru kalkulasi satu pekan. Bagaimana bila umat Islam berhenti merokok sama sekali dan uang rokok kompak disisihkan untuk dana pemberdayaan ekonomi ummat?
Pertanyaan-pertanyaan menggugah memang kerap dilontarkan oleh Sang Khatib. Misalnya, siapa saat ini yang mayoritas menguasai industri rokok dari hulu hingga hilir? Tentu kita tahu jawabannya. Mereka itu 40-50 tahun lalu disebut sebagai tauke atau cukong dengan kepemilikan satu gudang tembakau dan satu pabrik rokok. Sekarang ini, anak-cucu mereka bukan lagi sekedar cukong atau tauke, melainkan mereka sekarang disebut taipan atau konglomerat. Cek saja, dari data Majalah Forbes, berapa dari mereka yang masuk 50 besar orang terkaya di Indonesia atau bahkan Asia? Mereka jadi besar tidak lain dari hasil rokok yang dibeli oleh puluhan juta umat Islam.
Sekarang mereka bilang sebagai taipan, mereka besar bukan dari rokok saja. Sekarang mereka punya pertambangan besar, real estate/properti raksasa, hingga perkebunan yang sangat luas. Padahal semua itu modalnya didapat dari hasil industri rokok juga. Sampai sekarang industri rokok masih menjadi pemasukan utama mereka. Selama ummat tetap merokok, maka mereka akan terus semakin kaya!
Lihatlah, buruh tembakau adalah buruh yang --maaf-- hidup mengenaskan. Mereka miskin di bawah kaki para taipan yang luar biasa kaya. Siapa para buruh tembakau ini? Mereka mayoritas umat Islam juga. Padahal bos-bos mereka kaya raya dari hasil jual rokok yg dibeli umat Islam.
Para pecandu rokok sulit percaya bahwa rokok itu beracun dan bisa membunuh penghisapnya perlahan-lahan.. Bila ada makanan atau minuman pada kemasannya ditulis "Beracun dan Membunuh", maka orang nggak ada yang berani beli dan memakannya. Anehnya, biarpun pada kemasan rokok sudah ditulis demikian, tetap saja orang beli dan menghisapnya tanpa ragu.
Jadi umat Islam harus berhenti merokok SEKARANG JUGA! Alasannya bukan karena kesehatan, tapi alasan pemberdayaan ekonomi umat! Kalau alasan kesehatan 'kan para perokok sudah nggak percaya, meski sudah dibilang bahwa para taipan dan cukong itu sendiri tidak mau menghisap rokok yg mereka jual. Alasan PEMBERDAYAAN UMAT saat ini jauh lebih relevan untuk berhenti merokok.
Berhentilah merokok sekarang juga dan sisihkan uang rokok tersebut secara berjamaah untuk membangun perekonomian umat. Ekonomi umat harus dibangun secara bersyarikat, seperti halnya Syarikat Dagang Islam (SDI) yang dibangun oleh H. Samanhudi di Surakarta pada tahun 1911. Jadi sudah lebih dari satu abad lalu tokoh umat Islam memelopori pemberdayaan umat secara bersyarikat atau berjamaah, tidak bisa ekonomi dibangun sendiri-sendiri. Umat Islam tinggal menyontoh dan melanjutkan apa yang sudah pernah dilakukan oleh SDI H. Samanhudi di masa lalu. (Baca juga: Inilah Cara Smart Aa Gym Mematahkan Teologi Rokok)
Di luar aspek yang disorot oleh Prof. Yunasril, fakta-fakta medis sekaligus ekonomis yang membuat hati kita miris adalah, data 5 besar penyakit katastrofik akibat rokok, yakni:
Di luar aspek yang disorot oleh Prof. Yunasril, fakta-fakta medis sekaligus ekonomis yang membuat hati kita miris adalah, data 5 besar penyakit katastrofik akibat rokok, yakni:
- Stroke
- Hipertensi
- gagal Ginjal
- Jantung
- Kanker
Post a Comment for "Prof. Dr. Yunasril Ali, MA: Ummat Islam Harus Berhenti Merokok Sekarang Juga"
Pembaca yang budiman, silahkan dimanfaatkan kolom komentar di bawah ini sebagai sarana berbagi atau saling mengingatkan, terutama jika dalam artikel yang saya tulis terdapat hal-hal yang perlu diklarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.