"Bantuan untuk korban bencana, habis dijarah sekelompok orang, sebelum bantuan itu sampai di lokasi tujuan"
"Wah, kalau kabar itu benar, itu juga bencana namanya"
"Tapi kabar tentang penjarahan itu, konon akhirnya terklarifikasi Hoax"
"Yah, mudah tersebarnya hoax, itu juga bentuk bencana"
"Tapi anehnya, yang dikatakan segelintir orang sebagai Hoax itu, ternyata realita yang sebenarnya justru bukan Hoax"
"Hmm... maraknya kegiatan memutarbalikkan fakta, itu juga bencana. Sejatinya, kita telah terkepung aneka ragam jenis bencana dari segala penjuru mata angin. Bencana alam sebenarnya selalu didahului bencana kemanusiaan yang bentuknya juga beragam. Tidak akan ada bencana alam, sebelum bencana kemanusiaan mendahuluinya. Banjir bandang di zaman Nabi Nuh di dahului bencana kemanusiaan homoseksualitas. Bencana alam itu sekuens dari bencana kemanusiaan. Azab yang pedih itu sekuens dari aneka kekufuran. Dengan terminologi Al-Quran, walainkafartum dulu, baru kemudian menyusul inna azabi lasadid"
"Oh, benar juga ya"
"Ya iyalah. Bencana alam itu kejujuran alam dalam merefleksikan kerusakan demi kerusakan yang diterimanya dari lingkungan. Maka, kalau mau menukik ke makna yang lebih dalam, antisipasi dini bencana sejatinya haruslah berupa kesungguhan kerja kolektif sekaligus korektif seluruh ummat manusia di suatu negeri terhadap beragam jenis bencana kemanusiaan yang ada. Bagaimana mungkin kita bisa berharap alam akan ramah, sementara kejahatan korupsi dirawat secara berjamaah. Bagaimana mungkin kita bisa berharap alam akan ramah, sementara fitnah merajalela. Bagaimana mungkin kita bisa berharap alam akan ramah, sementara kebuasan syahwat akan kekuasaan membutakan mata hati pada kebenaran dan keadilan. Bagaimana mungkin kita bisa berharap alam akan ramah, sementara kemaksiatan merajalela"
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
Dan musibah apa saja yang menimpa kalian, maka disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri. (QS. Asy-Syuura: 30)
Dalam Ayat yang lain, Allah berfirman:
فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ
Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu krikil, dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur (halilintar), dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (QS. Al-Ankabut: 40)
"Jadi, untuk penyakit-penyakit seperti di atas, apa obatnya?"
"Satu-satunya OBAT adalah tOBAT .... Tapi harus Tobat yang sebenar-benarnya, bukan sekedar basa basi. Tobat adalah sarana pembersihan kehidupan, dan sekaligus pembuka pintu-pintu keberkahan dari segala penjuru mata angin. Jika tetap memilih pembangkangan terhadap syariat, sunnatullah alam punya cara tersendiri untuk "membersihkan" para penghuninya. Anda paham maksud saya, khan?"
Post a Comment for "Monolog Kausalitas Bencana"
Pembaca yang budiman, silahkan dimanfaatkan kolom komentar di bawah ini sebagai sarana berbagi atau saling mengingatkan, terutama jika dalam artikel yang saya tulis terdapat hal-hal yang perlu diklarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.