Hal yang sesungguhnya biasa-biasa saja, oleh media tertentu bisa di framing secara distortif menjadi hal yang seolah-olah luar biasa, bahkan tak jarang hal yang sejatinya biasa-biasa saja itu seakan-akan merupakan sesuatu yang bermasalah. Salah satu contoh, sebutan Profesor untuk Pak Amien Rais, yang tiba-tiba terkesan seperti dipersoalkan oleh UGM (Universitas Gadjah Mada) sehingga kemudian sebutan Profesor beliau harus dicabut. Padahal, sesungguhnya tidak ada yang perlu dipersoalkan dengan sebutan Profesor itu.
Bahwa kemudian masih ada yang menyebut Pak Amien Rais dengan sebutan Prof Amien, menurut Rektor UGM Yogyakarta, Prof. Dr. Panut Mulyono, M. Eng, D. Eng, di Indonesia merupakan hal yang biasa meski yang bersangkutan sudah pensiun. Tetapi itu hanya sebatas sebutan dan penghormatan. Sehingga sebutan itu sah-sah saja kok, meski secara akademik sudah tidak berlaku.
Benar kata Prof Panut, ada sebutan Profesor dalam konteks sosial sebagai ungkapan penghormatan kepada orang yang pernah menyandangnya di kala aktif pada salah satu institusi perguruan tinggi, dan ada pula sebutan Profesor dalam konteks akademik sebagai jabatan fungsional dengan batasan-batasan yang melekat di dalamnya sesuai regulasi yang berlaku.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, diatur beberapa hal yang berkaitan dengan sebutan Profesor ini. Pada Pasal 1 butir 3 disebutkan, Profesor atau Guru Besar adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih
mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. Ketentuan ini menegaskan status sebutan Profesor sebagai Jabatan Fungsional, bukan Gelar Akademik.
Seperti disebutkan dalam Pasal 48 Ayat (2) UU 14/2005, ada 4 jenjang jabatan akademik (bukan gelar akademik) bagi tenaga pengajar di perguruan tinggi, yaitu: asisten ahli, lektor, lektor kepala, dan profesor.
Definisi Operasional tentang 4 jenjang jabatan akademik di atas tercantum dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2017 Tentang Pemberian Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor. Menurut regulasi tersebut, Asisten Ahli adalah jabatan akademik Dosen yang diperoleh setelah memenuhi angka kredit kumulatif paling rendah 150 (seratus limapuluh) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Lektor adalah jabatan akademik Dosen yang diperoleh setelah memenuhi angka kredit kumulatif paling rendah 200 (dua ratus) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Lektor Kepala adalah jabatan akademik Dosen yang diperoleh setelah memenuhi angka kredit kumulatif paling rendah 400 (empat ratus) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; Profesor adalah jabatan akademik tertinggi bagi Dosen yang masih melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi di lingkungan perguruan tinggi.
Sejak mengundurkan diri sebagai Dosen di UGM pada 1 Mei 1999, otomatis jabatan akademik Prof Amien di UGM tidak berlaku lagi. Jadi bukan karena dicabut jabatan Profesor beliau, tetapi murni sebagai hal yang natural saja mengikuti formalitas pengunduran diri beliau sebagai Dosen di UGM kala itu. Dan pengunduran diri beliau saat itu adalah bagian dari keteladanan etis sehubungan dengan pengangkatan dan penetapan beliau sebagai Ketua MPR RI Periode 1999-2004.
Setelah Prof Amien tidak menduduki jabatan publik sebagai Ketua MPR, atau jabatan-jabatan publik lainnya, sejak saat itu hingga kini beliau berstatus sebagai Dosen dengan Jabatan Akademik Profesor di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Apakah usia beliau masih memenuhi syarat untuk menyandang jabatan tersebut?
Ya iyalah. Lahir pada 26 April 1944, Prof Amien kini berusia 75 tahun. Dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 26 Tahun 2015 Tentang Registrasi Pendidik Pada Perguruan Tinggi, Pasal 6 Ayat (9), bahwa dengan NIDK (Nomor Induk Dosen Khusus) bagi Dosen purna tugas, masa aktifnya berlaku sampai dengan usia 79 (tujuh puluh sembilan) tahun bagi dosen
dengan jabatan akademik terakhir profesor; berbeda dengan dosen dengan jabatan akhir bukan profesor, masa aktifnya dibatasi hingga 70 (tujuh puluh).
Atas dasar di atas, maka sejatinya Pak Amien tidak hanya tetap layak disapa sebagai Profesor dalam konteks sosial sebagai sebutan penghormatan, tapi dalam konteks akademikpun beliau tetap layak disapa sebagai Profesor, karena faktanya di UMY memang beliau masih tercatat sebagai Dosen dengan jabatan akademik Profesor atau Guru Besar hingga saat ini.
Jadi, ya begitulah. Tak perlulah media tertentu membuat framing tendensius, seolah-olah Prof Amien bermasalah Profesornya sehingga harus dicabut. Benar kata Prof Panut, Rektor UGM, menyebut Pak Amien dengan sebutan Prof Amien, sah-sah saja kok. Suka tau tidak suka kepada diri Pak Amien, lumrah saja. Tapi mbok ya jangan membuat berita dengan judul "gelar" Profesor beliau dicabut gitu loh. Cappe deech ...
Post a Comment for "Rektor UGM: Menyebut Amien Rais dengan Sebutan Prof Amien, Sah-Sah Saja Kok"
Pembaca yang budiman, silahkan dimanfaatkan kolom komentar di bawah ini sebagai sarana berbagi atau saling mengingatkan, terutama jika dalam artikel yang saya tulis terdapat hal-hal yang perlu diklarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.