Maskapai penerbangan Saudi Arabian Airlines. |
Pertama, skema pemberangkatan dengan asumsi pandemi Covid-19 telah berakhir. Kuota haji dalam skema ini akan kembali normal, bahkan sangat dimungkinkan bisa terjadi penambahan kuota. Dalam skema pertama ini, jemaah haji yang akan berangkat adalah seluruh jemaah haji kuota 2020 yang tertunda keberangkatannya akibat pembatalan tahun ini, ditambah dengan sebagian jemaah haji kuota 2021 jika ada penambahan kuota.
Kedua, skema pemberangkatan dengan asumsi pandemi Covid-19 belum berakhir tetapi angka insidensi serta tingkat fatalitas kasusnya berkurang sangat signifikan. Dalam skema kedua ini, pemberangkatan haji Indonesia akan dilaksanakan dengan pengurangan kuota sebanyak 50%, untuk menjamin protokol kesehatan bisa dilaksanakan, terutama (meski tidak terbatas pada) jaga jarak.
Konsekuensi skema kedua adalah akan terjadi peningkatan biaya operasional haji, terutama cost untuk transportasi (udara maupun darat) serta akomodasi, di samping biaya langsung lainnya akibat prosedur penerapan protokol kesehatan. Pesawat dengan kapasitas normal 400 penumpang misalnya, hanya akan diizinkan menerbangkan jemaah sebanyak 50% dari kapasitas normalnya agar tetap tersedia space yang cukup antar jemaah. Demikian pula halnya transportasi bus di tanah air maupun di tanah suci.
Dengan pengurangan kuota jemaah sebanyak 50%, sementara jumlah armada pesawat maupun bus tetap alias tidak dikurangi, maka resiko pembengkakan biaya tak mungkin terelakkan.
Cost untuk akomodasipun juga sama. Hotel-hotel di Makkah maupun di Madinah yang dikontrak oleh pemerintah Indonesia tidak akan dikurangi jumlahnya, sementara kuota jemaah dikurangi 50%, maka unit cost perjemaah akan meningkat.
Belum lagi jika diperhitungkan dengan kebutuhan vaksinasi Covid-19 dan pemeriksaan PCR bagi tiap jemaah, serta kebutuhan karantina di tanah suci sebelum dan sesudah prosesi haji. Semua itu akan berimplikasi pada peningkatan biaya operasional haji.
Pertanyaannya adalah, mungkinkah potensi peningkatan biaya penyelenggaraan haji dengan skema kedua di atas bisa dicover seluruhnya oleh pemerintah melalui mekanisme pemanfaatan optimalisasi dana haji? Jika ya, dan memang kita berharap ya, maka konsekuensi pembengkakan biaya operasional haji dalam skema kedua di atas bisa dikatakan sudah terselesaikan dengan baik; meminjam motto pegadaian, menyelesaikan masalah tanpa masalah.
Ketiga, ini skema yang membuat hati begitu merinding, yakni skema pemberangkatan haji Indonesia yang berpotensi kembali dibatalkan lagi akibat pandemi Covid-19 yang belum berakhir dengan angka insidensi serta tingkat fatalitas kasus yang belum teratasi secara signifikan.
Tak seorangpun berharap skema ketiga ini terjadi. Namun, banyak fakta yang tak terbantahkan sudah cukup menyadarkan kita, bahwa hal yang tidak kita harapkan itu justru tak jarang terjadi. Dan haji 2020 adalah salah satu bukti nyata untuk soal ini. Bukankah tidak ada yang berharap pemberangkatan haji 2020 (tahun ini) dibatalkan?
Semua skema di atas, semakin mengukuhkan status kelemahan kita sebagai makhluk di hadapan Sang Khalik yang serba mutlak kekuasaan-Nya. Sebagai makhluk, kita hanya sampai pada tingkat menduga-duga, berasumsi, apakah satu dari ketiga skema pemberangkatan haji itu yang bakal terjadi nanti, ataukah skema lainnya yang hanya Allah saja yang tahu?
Yang pasti, tidak ada kepastian di tangan makhluk, sepandai apapun dalam membaca situasi. Kepastian adalah murni wilayah kekuasaan-Nya.
Sebelum ada pandemi Covid-19, pemberangkatan awal jemaah haji Indonesia umumnya mulai dilakukan pada tanggal 5 Dzulki'dah setiap tahunnya setelah sehari sebelumnya jemaah yang tergabung dalam gelombang satu awal masuk asrama Embarkasi. Jika pola tersebut diberlakukan pula pada musim haji 2021 mendatang, maka dalam hitungan kalender miladiyah lebih kurang tanggal 15 Juni 2021 adalah jadwal mulai masuk asrama haji bagi jemaah gelombang satu awal; atau lebih kurang 10 bulan dari saat ini (29/08/2020).
Spare waktu sekitar 10 bulan itu sangat tepat dimanfaatkan oleh para jemaah calon haji 2021 untuk melakukan pemantapan manasik, wabilkhusus melakukan pemantapan dalam menghafal sekaligus meresapi makna doa-doa dalam seluruh rangkaian perjalanan haji, sambil memperbanyak istighfar, memohon ampunan dan pertolongan Allah SWT.
Kehendak-Nya di antara Kaf dan Nun. Kun fayakuN. Dalam kehendak-Nya, apa yang mustahil terwujud dalam pandangan makhluk bisa terwujud dalam sekejab. Ketika Covid-19 datang tiba-tiba dengan kehendak-Nya, maka tidak ada yang sulit jika Covid-19 pergi dengan kehendak-Nya pula.
Mengakui kelemahan kita, menyadarkan kita akan kekuatan-Nya. Di puncak-puncak transendensi kesadaran itu, sejatinya kita sedang mereguk keindahan makna Arafah. Karena itu, tidak ada kesulitan memaknai kenyataan, bahwa tidak sedikit hamba-hamba yang ditakdirkan memperoleh pahala haji meski belum melaksanakannya. Dan ketika seorang hamba diperkenankan-Nya untuk haji dalam episentrum kesadaran transendental, itu adalah tambahan hadiah istimewa baginya. Semoga kita termasuk bagian di dalamnya. Aamiin Yaa Allah Yaa Rabbal'alamin. (La Ode Ahmad)
Post a Comment for "Merinding Membaca Skema Pemberangkatan Haji 2021 "
Pembaca yang budiman, silahkan dimanfaatkan kolom komentar di bawah ini sebagai sarana berbagi atau saling mengingatkan, terutama jika dalam artikel yang saya tulis terdapat hal-hal yang perlu diklarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.