Sebelum membahas lebih lanjut makna mendasar dari ungkapan di atas, bahwa “nilai dunia tidak lebih dari setengah sayap nyamuk”, izinkan saya menyampaikan terlebih dahulu makna dari kata “dunia” dalam sejumlah perspektif.
Takaran Nilai Dunia
Ungkapan yang menyebutkan bahwa "dunia ini tidak lebih dari setengah sayap nyamuk" memiliki makna yang mendalam dan filosofis, beresonansi dengan konteks pemaknaan untuk menunjukkan betapa kecilnya nilai atau arti dari dari dunia jika dibandingkan dengan hal-hal yang lebih tinggi, luhur atau spiritual.
Ungkapan tersebut di atas, paling tidak merefleksikan empat hal penting tentang dunia. Pertama, ketidakberartian dunia itu sendiri. Dunia dengan segala isinya dianggap sangat kecil atau tidak berarti dalam skala yang lebih besar dari kehidupan spiritual atau kehidupan setelah mati. Dalam banyak tradisi agama dan spiritual, dunia dianggap sementara dan tidak sebanding dengan kehidupan abadi atau tujuan spiritual yang lebih tinggi.
Kedua, sikap terhadap materi. Ungkapan tentang nilai dunia di atas mendorong orang untuk tidak terlalu terikat pada harta benda, status sosial, atau pencapaian duniawi. Yang diharapkan adalah sebaliknya, fokus pada hal-hal yang lebih abadi dan bermakna, seperti kebajikan, kebaikan, dan pencarian spiritual.
Ketiga, kerendahan hati. uangkapan tentang nilai dunia di atas juga mencerminkan sikap rendah hati terhadap kehidupan duniawi, mengingatkan manusia bahwa ada sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih penting daripada kehidupan di dunia ini.
Keempat, pandangan sufistik atau filosofis. Dalam tradisi Sufi, misalnya, ungkapan tentang nilai dunia di atas digunakan untuk menggambarkan pandangan bahwa cinta kepada Tuhan dan pencarian spiritual jauh lebih penting daripada kekayaan duniawi. Banyak ajaran sufi menekankan bahwa dunia ini hanyalah ilusi atau ujian yang harus dihadapi dengan hati yang penuh cinta dan penyerahan total kepada Tuhan.
Secara keseluruhan, ungkapan yang menyebutkan bahwa "dunia ini tidak lebih dari setengah sayap nyamuk" sejatinya mengajak kita untuk merenungkan arti dan tujuan hidup yang lebih dalam, mengingatkan kita bahwa apa yang kita anggap penting di dunia ini mungkin sebenarnya sangat kecil dan tidak berarti dalam skala yang lebih besar dari eksistensi dan tujuan akhir hidup kita.
Dengan kata lain, saripati makna yang kita bisa elaborasi dari ungkapan "dunia ini tidak lebih dari setengah sayap nyamuk" adalah sebuah prinsip hidup bahwa ketika kita memiliki dunia, maka kita tidak perlu besar kepala karena takarannya tidak lebih dari setengah sayap nyamuk. Dan ketika kita kehilangan dunia, tidak pantas kita berputus asa pula karena bobotnya tidak lebih dari setengah sayap nyamuk.
Bahwa di dalam Al-Quran ada Ayat yang menyebutkan bahwa “carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al-Qashshash: 77), tidak berarti bahwa Ayat tersebut bermaksud agar kita menyeimbangkan dunia dengan akhirat.
Gambar ilustrasi dunia. |
Makna Kata “Dunia”
Dalam perspektif umum, kata “dunia” dimaknai dalam dua pengertian. Pertama, planet bumi. Disini kata “dunia” digunakan untuk merujuk pada planet Bumi, tempat di mana semua manusia hidup. Salah satu contoh kalimat yang mencerminkan pengertian tersebut adalah "bencana alam melanda dunia". Kedua, kehidupan atau eksistensi manusia. Dalam pengertian ini, kata “dunia” merujuk pada kehidupan manusia secara keseluruhan, termasuk segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan ini. Salah satu contoh kalimat yang mewakili pemaknaan tersebut adalah "selama hidup di dunia, manusia menghadapi banyak tantangan".
Dalam perspektif filosofis, kata “dunia” dipahami dalam dua pengertian pula. Pertama, realitas material. Dalam filsafat, kata “dunia” seringkali dimaknai sebagai realitas material yang dapat diamati dan dialami oleh manusia, mencakup semua benda fisik dan fenomena alam yang ada di sekitar kita. Kedua, maya atau ilusi. Dalam beberapa tradisi filosofis, terutama dalam tradisi filsafat Timur seperti Hindu dan Buddhisme, dunia dipandang sebagai suatu entitas "maya" atau ilusi, yang berarti bahwa dunia yang kita alami dengan panca indera ini sesungguhnya tidak permanen dan bukan realitas sejati.
Sebagaimana dua perspektif sebelumnya, dalam perspektif sosial budaya, kata “dunia” dipahami pula dalam dua makna. Pertama, masyarakat global atau komunitas internasional. Contoh kalimat yang merujuk pada makna tersebut adalah "kerja sama antarbangsa sangat penting untuk kedamaian dunia".
Dalam perspektif filosofis, kata “dunia” dipahami dalam dua pengertian pula. Pertama, realitas material. Dalam filsafat, kata “dunia” seringkali dimaknai sebagai realitas material yang dapat diamati dan dialami oleh manusia, mencakup semua benda fisik dan fenomena alam yang ada di sekitar kita. Kedua, maya atau ilusi. Dalam beberapa tradisi filosofis, terutama dalam tradisi filsafat Timur seperti Hindu dan Buddhisme, dunia dipandang sebagai suatu entitas "maya" atau ilusi, yang berarti bahwa dunia yang kita alami dengan panca indera ini sesungguhnya tidak permanen dan bukan realitas sejati.
Sebagaimana dua perspektif sebelumnya, dalam perspektif sosial budaya, kata “dunia” dipahami pula dalam dua makna. Pertama, masyarakat global atau komunitas internasional. Contoh kalimat yang merujuk pada makna tersebut adalah "kerja sama antarbangsa sangat penting untuk kedamaian dunia".
Kedua, aspek kehidupan manusia. Dalam pemaknaan kedua ini, kata “dunia” digunakan untuk menggambarkan berbagai aspek kehidupan manusia seperti dunia pendidikan, dunia kerja, dunia seni, dunia pencak silat, dunia politik, dan sebagainya. Contoh kalimatnya adalah “dunia pendidikan terus berkembang dengan memanfaatkan teknologi baru".
Dalam perspektif sastra dan seni, kata “dunia” dimaknai sebagai cakrawala imajinasi atau fantasi yang digagas oleh penulis atau seniman. Salah satu contoh kalimat yang menggambarkan pemaknaan dimaksud adalah “dunia Harry Potter sangat kaya dengan detail dan karakter yang memukau".
Dalam perspektif Agama, kata “dunia” dimaknai dalam dua pengertian. Pertama, tempat ujian dan cobaan. Dalam banyak tradisi agama, dunia dianggap sebagai tempat ujian bagi manusia, yang bersifat sementara dan harus dilalui untuk mencapai kehidupan sejati dan abadi setelah kematian.
Dalam perspektif sastra dan seni, kata “dunia” dimaknai sebagai cakrawala imajinasi atau fantasi yang digagas oleh penulis atau seniman. Salah satu contoh kalimat yang menggambarkan pemaknaan dimaksud adalah “dunia Harry Potter sangat kaya dengan detail dan karakter yang memukau".
Dalam perspektif Agama, kata “dunia” dimaknai dalam dua pengertian. Pertama, tempat ujian dan cobaan. Dalam banyak tradisi agama, dunia dianggap sebagai tempat ujian bagi manusia, yang bersifat sementara dan harus dilalui untuk mencapai kehidupan sejati dan abadi setelah kematian.
Kedua, antonim dari akhirat. Disini, kata “dunia” sering dipasangkan secara antagonis dengan kata “akhirat” atau kehidupan akhir setelah kematian. Dalam konteks ini, dunia diposisikan sebagai tempat hidup sementara yang penuh tipu daya, godaan, sandiwara dan lain sebagainya, sementara akhirat adalah tempat yang abadi dan penuh kebahagiaan sejati bagi yang beriman dan beramal baik.
Beragam makna dari kata “dunia” sebagaimana diuraikan dalam sejumlah perspektif di atas, terangkum seluruhnya dalam pemaknaan secara leksikon dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang mengartikan kata “dunia” dalam enam variasi makna sebagai berikut:
Beragam makna dari kata “dunia” sebagaimana diuraikan dalam sejumlah perspektif di atas, terangkum seluruhnya dalam pemaknaan secara leksikon dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang mengartikan kata “dunia” dalam enam variasi makna sebagai berikut:
- bumi dengan segala sesuatu yang terdapat di atasnya; planet tempat kita hidup: di seluruh dunia ini terdapat kira-kira 4.000 bahasa;
- alam kehidupan: kita mengharapkan dunia baru yang adil dan makmur;
- semua manusia yang ada di muka bumi: hampir seluruh dunia menghargai cita-cita Mahatma Gandhi;
- lingkungan atau lapangan kehidupan: ia sudah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan;
- (segala) yang bersifat kebendaan; yang tidak kekal: baginya tiada arti harta dunia ini;
- peringkat antarbangsa (seluruh jagat atau segenap manusia): kejuaraan dunia bulu tangkis yang pertama diselenggarakan di Malmoe, Swedia.
Takaran Nilai Dunia
Ungkapan yang menyebutkan bahwa "dunia ini tidak lebih dari setengah sayap nyamuk" memiliki makna yang mendalam dan filosofis, beresonansi dengan konteks pemaknaan untuk menunjukkan betapa kecilnya nilai atau arti dari dari dunia jika dibandingkan dengan hal-hal yang lebih tinggi, luhur atau spiritual.
Ungkapan tersebut di atas, paling tidak merefleksikan empat hal penting tentang dunia. Pertama, ketidakberartian dunia itu sendiri. Dunia dengan segala isinya dianggap sangat kecil atau tidak berarti dalam skala yang lebih besar dari kehidupan spiritual atau kehidupan setelah mati. Dalam banyak tradisi agama dan spiritual, dunia dianggap sementara dan tidak sebanding dengan kehidupan abadi atau tujuan spiritual yang lebih tinggi.
Kedua, sikap terhadap materi. Ungkapan tentang nilai dunia di atas mendorong orang untuk tidak terlalu terikat pada harta benda, status sosial, atau pencapaian duniawi. Yang diharapkan adalah sebaliknya, fokus pada hal-hal yang lebih abadi dan bermakna, seperti kebajikan, kebaikan, dan pencarian spiritual.
Ketiga, kerendahan hati. uangkapan tentang nilai dunia di atas juga mencerminkan sikap rendah hati terhadap kehidupan duniawi, mengingatkan manusia bahwa ada sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih penting daripada kehidupan di dunia ini.
Keempat, pandangan sufistik atau filosofis. Dalam tradisi Sufi, misalnya, ungkapan tentang nilai dunia di atas digunakan untuk menggambarkan pandangan bahwa cinta kepada Tuhan dan pencarian spiritual jauh lebih penting daripada kekayaan duniawi. Banyak ajaran sufi menekankan bahwa dunia ini hanyalah ilusi atau ujian yang harus dihadapi dengan hati yang penuh cinta dan penyerahan total kepada Tuhan.
Secara keseluruhan, ungkapan yang menyebutkan bahwa "dunia ini tidak lebih dari setengah sayap nyamuk" sejatinya mengajak kita untuk merenungkan arti dan tujuan hidup yang lebih dalam, mengingatkan kita bahwa apa yang kita anggap penting di dunia ini mungkin sebenarnya sangat kecil dan tidak berarti dalam skala yang lebih besar dari eksistensi dan tujuan akhir hidup kita.
Dengan kata lain, saripati makna yang kita bisa elaborasi dari ungkapan "dunia ini tidak lebih dari setengah sayap nyamuk" adalah sebuah prinsip hidup bahwa ketika kita memiliki dunia, maka kita tidak perlu besar kepala karena takarannya tidak lebih dari setengah sayap nyamuk. Dan ketika kita kehilangan dunia, tidak pantas kita berputus asa pula karena bobotnya tidak lebih dari setengah sayap nyamuk.
Bahwa di dalam Al-Quran ada Ayat yang menyebutkan bahwa “carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al-Qashshash: 77), tidak berarti bahwa Ayat tersebut bermaksud agar kita menyeimbangkan dunia dengan akhirat.
Tidak !!! Bagaimana mungkin kita bisa menyeimbangkan sesuatu yang bobotnya tidak lebih dari setengah sayap nyamuk dengan eksistensi kehidupan sejati yang abadi? Dari susunan redaksi, Ayat di atas secara nyata-nyata menegaskan perintah untuk menempatkan akhirat sebagai prioritas hidup kita, sambil memanfaatkan bagian kita di dunia yang nilainya tidak lebih dari setengah sayap nyamuk itu untuk membangun kebaikan sebagai basis paling kuat untuk membangun kehidupan akhir kita yang abadi.
Beberapa Catatan Rujukan
Beberapa Catatan Rujukan
- Al-Quran dan Hadits:
- Al-Quran: Banyak ayat dalam Al-Quran yang menggambarkan ketidakberartian dunia ini dibandingkan dengan akhirat. Salah satu diantaranya adalah Ayat yang menyatakan bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan dan kesenangan sementara (QS. Al-Hadid: 20)
- Hadits: Terdapat sebuah hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi, yang menyebutkan bahwa: "Seandainya dunia ini sebanding dengan sayap nyamuk di sisi Allah, maka Dia tidak akan memberi orang kafir seteguk air pun"
- Literatur Sufisme:
- Al-Ghazali, Abu Hamid. "Ihya Ulum al-Din" (The Revival of the Religious Sciences). Buku ini mengupas secara tuntas pentingnya fokus pada kehidupan spiritual dan kerendahan hati terhadap kehidupan duniawi.
- Rumi, Jalaluddin. "Masnavi-i Ma'navi" (Spiritual Couplets). Disini Rumi menegaskan pesan penting bahwa kehidupan dunia ini hanyalah bayangan dari yang abadi dan pentingnya mencari cinta Ilahi.
- Filosofi dan Teologi Islam:
- Nasr, Seyyed Hossein. "The Garden of Truth: The Vision and Promise of Sufism, Islam's Mystical Tradition." Buku ini membentangkan cakrawala pemahaman tentang pandangan dunia dalam tradisi Sufi.
- Schuon, Frithjof. "Understanding Islam." Dalam buku ini Schuon mengeksplorasi lebih dalam konsep spiritualitas dan pandangan dunia dalam Islam, termasuk perbandingan antara kehidupan duniawi dan kehidupan akhirat.
- Kajian Teologi Umum:
- Smith, Huston. "The World's Religions". Buku ini memberikan pemahaman komparatif tentang bagaimana berbagai tradisi agama memandang dunia materi dan kehidupan spiritual.
- Armstrong, Karen. "The History of God", sebuah buku yang membahas perkembangan konsep Tuhan dalam agama-agama Abrahamik dan pandangan mereka tentang dunia.
Post a Comment for "“Nilai Dunia Tidak Lebih Dari Setengah Sayap Nyamuk”"
Pembaca yang budiman, silahkan dimanfaatkan kolom komentar di bawah ini sebagai sarana berbagi atau saling mengingatkan, terutama jika dalam artikel yang saya tulis terdapat hal-hal yang perlu diklarifikasi lebih lanjut. Terima kasih.