Perselingkuhan di Kalangan ASN dan Rontoknya Sendi Penopang Integritas

“Ada saja yang mencari cinta dengan cara yang salah,
lalu tersandung di lorong buntu perselingkuhan”
_La Ode Ahmad_ 


Berita, kejadian, laporan, atau desas-desus tentang kasus perselingkuhan di kalangan aparatur sipil negara (ASN) telah lama menjadi buah bibir masyarakat. Topik ini terus berkembang menjadi isu yang kian marak dan meresahkan. Eskalasi pembicaraan publik tentang topik ini berbanding lurus dengan tingkat kejadian faktual perselingkuhan itu sendiri, meskipun hingga saat ini (dan mungkin juga hingga selamanya) belum ada data pasti yang secara khusus menggambarkan jumlah sesungguhnya kasus perselingkuhan di kalangan ASN, baik secara global maupun secara detil.

Secara sporadis, data perselingkuhan di kalangan ASN di Indonesia tergolong cukup tinggi. Dari total 675 laporan pelanggaran kode etik dan perilaku ASN yang diterima oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) tahun 2020 hingga 2023, 172 kasus diantaranya adalah perkara perselingkuhan ASN. Angka perselingkuhan tersebut, menurut Kepala KASN Prof. Agus Pramusinto, akan semakin melambung lagi jika diakumulasikan dengan laporan yang masuk ke Biro SDM atau Badan Kepegawaian kabupaten kota di Indonesia. Belum lagi jika ditambah dengan kasus perselingkuhan ASN yang tidak terlaporkan. 

Minimnya data pasti tentang jumlah perselingkuhan di kalangan ASN tidak serta merta merepsentasikan fakta empiris jumlah kejadian perselingkuhan dimaksud. Sebab, minimalisasi data itu terjadi akibat banyak faktor yang terlibat di dalamnya serta kecenderungan orang (terutama para pelakunya) untuk merahasiakan perbuatan asusila itu.

Perselingkuhan di kalangan ASN, sebagaimana halnya pula perselingkuhan di kalangan non ASN, selain menodai sendi-sendi moralitas dan norma sosial, perilaku tercela itu, khusus di kalangan ASN, mencederai sisi integritas dan kredibilitas ASN dalam menjalankan tugasnya, sebab perselingkuhan tidak semata-mata mencerminkan ketidaksetiaan dalam hubungan personal, tetapi juga menimbulkan dampak yang signifikan pada aspek kinerja pelayanan publik dan bahkan integritas lembaga negara.

Lebih celakanya lagi, malapetaka kehidupan keluarga sering kali tak terhindarkan, lalu kemudian persoalan berkembang menjadi kompleks dan runyam. Dan, ketika benteng-benteng ketahanan atau keutuhan keluarga telah goyah bahkan tidak jarang ambruk dan hancur berantakan, maka pertanyaannya adalah: apa yang bisa kita harapkan dari generasi yang lahir dari keluarga yang porakporanda? Substansi krusial pertanyaan inilah sejatinya yang memantik semangat saya untuk menulis artikel kecil ini. Harus saya garis bawahi dari awal bahwa, terlepas dari banyaknya kasus perselingkuhan di kalangan ASN, saya tetap yakin seyakin-yakinnya bahwa masih banyak ASN yang berintegritas, berkarakter, dan masih tetap berdiri kokoh pada landasan kuat prinsip-prinsip hidup yang tidak terkontaminasi oleh virus-virus penyimpangan zaman.

Dalam artikel ini, izinkan saya ikut urun rembug menggali akar permasalahan perselingkuhan di kalangan ASN, potensi dampaknya, serta upaya-upaya kolektif maupun personal yang bisa kita lakukan untuk mencegah atau meminimalkannya. Andai saja artikel ini tidak bermanfaat untuk orang banyak misalnya, okelah saya selalu optimis bahwa substansi artikel ini akan selalu menjadi pengingat personal penting bagi saya pribadi.

4 Tipe Perselingkuhan

Ada 4 tipe perselingkuhan menurut Gagnon dan Greenblat (dalam Mahoney, 1983: 13). Pertama, Flirtation, yakni tipe perselingkuhan yang dilakukan dalam bentuk komunikasi seksual secara verbal, diperkuat dengan bahasa tubuh yang mengundang hasrat. Tipe perselingkuhan flirtation belum melibatkan relasi seksual secara fisik.

Kedua, One-Time Affair. Tipe perselingkuhan ini, masih menurut Gagnon dan Greenblat, merujuk pada hubungan yang bersifat insidental, tanpa ada rencana atau niat sebelumnya, lebih sering merupakan akibat dari peluang situasional, seperti momentum meeting bersama di luar kota.

Ketiga, Casual Affair, merupakan tipe perselingkuhan yang melibatkan aktivitas seksual atau romantis tanpa ada niat untuk membangun hubungan jangka panjang yang serius dengan pasangan selingkuh, sebab motifnya adalah semata-mata saling memenuhi hasrat hedonis kedua belah pihak.

Keempat. Intens Affair. Tipe ini bisa disebut sebagai puncak-puncaknya perselingkuhan. Relasi gelap yang terbangun antara kedua belah pihak sangat kuat secara emosional maupun fisik dengan frekwensi pelampiasan hasrat seksual yang intens.

Jika dicermati, 4 tipe perselingkuhan menurut Gagnon dan Greenblat di atas, lebih mencerminkan tangga-tangga eskalasi perselingkuhan dari tingkat paling awal (flirtation) hingga mencapai level puncak perselingkuhan (intens affair).

Eksistensi makhluk penggoda abadi manusia bernama setan, memang memiliki pola kerja yang bertahap dalam menggoda manusia, sehingga proses menuju tujuan akhir berlangsung seolah-olah secara alamiah saja, dan seakan-akan tidak ada norma-norma yang dilanggar.

Dan celakanya, tanpa banyak disadari, mulai tampak tanda-tanda pergeseran cara pandang publik (tentu tidak semua) terhadap praktek perselingkuhan, dari sesuatu yang pada awalnya bersifat aib besar menjadi sesuatu yang terkesan bukan aib lagi, melainkan seolah-olah sebagai sebuah “prestasi” tambahan.

Akar permasalahan perselingkuhan di kalangan ASN bisa kita telusuri dari berbagai aspek. Namun, dari sekian banyak aspek, menarik untuk kita coba mengelaborasi faktor resiko terjadinya perselingkuhan, yang dalam tulisan ini saya mencoba mengetengahkan 4 faktor determinan.

4 Faktor Resiko Perselingkuhan ASN 

Pertama, kekuasaan dan kesempatan. ASN adalah bagian dari mata rantai struktur kekuasaan yang memiliki (bahkan beberapa jabatan memegang) akses ke aneka sumber daya dan pengaruh sekaligus peluang untuk berinteraksi dengan banyak orang (tak terkecuali lawan jenis) secara kontinyu. 

Kedua, stresor lingkungan kerja. Beragam tuntutan target kinerja, ditambah dengan atmosfir lingkungan kerja ASN yang kompetitif tidak jarang menimbulkan tekanan tersendiri. Ketika aneka stresor kerja tersebut berpadu jadi satu dengan kerumitan problematika keluarga, maka mereka-mereka yang labil secara mental emosional tak jarang mencari pelampiasan hubungan gelap di luar relasi perkawinan mereka yang sah.

Ketiga, fasilitasi teknologi. Prinsip kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi, alih-alih dimanfaatkan untuk membangun kemaslahatan. Teknologi, khususnya media sosial dan sejumlah aplikasi pesan instan, memudahkan individu untuk berkomunikasi secara privat dan cepat, membuka lebar peluang bagi seseorang untuk terlibat dalam komunikasi yang bersifat pribadi atau intim di luar pasangan resmi mereka.

Teknologi dengan aneka platform digital memungkinkan individu untuk menciptakan identitas virtual yang berbeda dari identitas nyata mereka. Anonimitas ini membuka ruang perilaku yang tidak sesuai dengan norma, termasuk perselingkuhan, karena para pelakunya merasa lebih aman dan kurang terikat dengan konsekuensi langsung.

Keempat, mismanajemen perkawinan. Dalam banyak perkawinan, masalah komunikasi tidak jarang menyebabkan ketidakpuasan emosional dan penurunan kualitas hubungan. ASN yang memiliki jadwal kerja padat bolehjadi kesulitan meluangkan waktu untuk berbicara dengan pasangan resmi mereka, diperburuk dengan kesulitan dalam menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Ketidakseimbangan ini semua berpotensi melahirkan rasa tidak puas dan kekecewaan, yang kemudian bisa menjadi pemantik untuk berselingkuh sebagai bentuk pelarian mencari kebahagiaan dengan jalan yang salah. 

Dampak Perselingkuhan ASN

Praktek-praktek perselingkuhan di kalangan ASN memiliki dampak yang sangat serius. Paling tidak, ada 3 dampak yang tidak bisa dipungkiri. Pertama, dampak kinerja dan integritas institusi. Perselingkuhan di kalangan ASN sangat berpotensi mengganggu kinerja mereka dalam tugas-tugas pelayanan publik. Fokus yang terbelah antara urusan pribadi dan pekerjaan dapat mengakibatkan penurunan produktivitas dan kurangnya dedikasi terhadap tugas-tugas mereka. Selain itu, integritas institusi publik tercemar karena adanya perilaku tidak etis dari para ASN.

Kedua, dampak ketidakpercayaan publik. Perselingkuhan di kalangan ASN juga sangat berpotensi menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga publik. Masyarakat memiliki harapan atau ekspektasi bahwa para ASN sepatutnya bertindak dengan penuh integritas dan moralitas yang tinggi dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Perselingkuhan berpotensi meruntuhkan keyakinan ini dan menimbulkan keraguan terhadap kapabilitas dan integritas ASN secara keseluruhan.

Ketiga, dampak psikologis: Tidak hanya pada pasangan yang terlibat dalam perselingkuhan, tetapi juga pada keluarga dan rekan kerja mereka. Perselingkuhan dapat menyebabkan trauma emosional dan psikologis, serta memecah belah hubungan yang telah dibangun dengan orang-orang terdekat.

Upaya Pencegahan & Penanggulangan 

Perselingkuhan di kalangan ASN merupakan masalah kompleks yang penanganannya memerlukan pendekatan yang holistik. Melalui upaya-upaya penanganan yang tepat, diharapkan dapat mengurangi insiden perselingkuhan di kalangan ASN dan memperkuat integritas lembaga-lembaga publik. Empat upaya berikut bisa menjadi pertimbangan.

Pertama, peningkatan kesadaran. Program pendidikan dan pelatihan yang menyasar ASN tentang pentingnya etika dan integritas dalam kehidupan pribadi dan profesional dapat membantu meningkatkan kesadaran akan dampak negatif perselingkuhan.

Kedua, penguatan kebijakan dan pengawasan berikut penegakkan disiplin. Implementasi kebijakan yang ketat terkait dengan kode etik dan perilaku yang diperlukan dari ASN dapat membantu mengurangi peluang untuk berselingkuh. Selain itu, pengawasan yang efektif dan penegakan disiplin yang tegas terhadap pelanggaran kode etik juga sangat penting.

Larangan perselingkuhan bagi ASN telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS. Di pasal 14 PP tersebut menegaskan larangan bagi PNS hidup bersama dengan wanita yang bukan istrinya atau dengan pria yang bukan suaminya sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang sah.

Hukuman disiplin berat bagi yang melanggar pasal di atas diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, yang meliputi:
  • penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan;
  • pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 (dua belas) bulan; atau
  • pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Ketiga, parenting ASN. Program dukungan pernikahan dan kesejahteraan psikologis bagi ASN dapat membantu mereka mengatasi konflik dalam hubungan perkawinan mereka dan menemukan cara-cara yang lebih sehat untuk menangani stres dan tekanan dalam pekerjaan.

Keempat, penggunaan teknologi dengan bijak. Pendidikan tentang penggunaan teknologi secara etis dan pengelolaan privasi online dapat membantu mencegah perselingkuhan yang dipicu oleh komunikasi rahasia melalui platform-platform digital.

Efektivitas upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan di atas, sejatinya  harus bertumpu pada landasan agama yang kuat, sebab agama memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah berbagai penyimpangan, tak terkecuali perselingkuhan di kalangan ASN. Nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan oleh berbagai agama mengajarkan pentingnya kesetiaan, integritas, dan tanggung jawab dalam merawat hubungan pernikahan serta kehidupan profesional.

Agama meletakkan dasar-dasar fundamental setiap ikhtiar menjaga kehormatan diri dan keluarga, serta menghormati ikatan suci pernikahan sebagai fondasi masyarakat yang sehat dan harmonis. Dengan adanya pemahaman dan pengamalan ajaran agama yang kuat, ASN dapat lebih terarah untuk menjauhi perilaku yang merusak seperti perselingkuhan, yang tidak hanya dapat mengoyak hubungan pribadi tetapi juga citra dan reputasi instansi tempat mereka bekerja. Oleh karena itu, penguatan nilai-nilai agama di kalangan ASN menjadi sangat krusial dalam membentuk karakter yang jujur, berintegritas, dan bertanggung jawab. Bukankah semangat ini juga yang diusung dalam Core Value ASN Ber-Akhlak itu? Wallahua'lam. (La Ode Ahmad)

Post a Comment for "Perselingkuhan di Kalangan ASN dan Rontoknya Sendi Penopang Integritas"